Obesitas pada Anak, Mungkinkah Karena Kelalaian Orang Tua?
Pekan lalu saya kembali mengambil kuliah online tentang nutrisi dan masakan di sebuah website belajar. Kursus yang diadakan oleh sebuah universitas ternama di Amerika Serikat ini menyebutkan fakta bahwa diperkirakan 1 dari 7 anak-anak di Amerika menderita obesitas. Di Amerika, masalah obesitas pada anak adalah masalah kesehatan yang serius karena menempatkan anak-anak dan remaja pada resiko kesehatan yang buruk.
Berdasarkan 2019 - 2020 National Survey of Children's Health (NSCH) menyebutkan bahwa 16,2 % remaja berusia 10 - 17 tahun mengalami obesitas. Sementara tingkat obesitas nasional di antara anak usia 2 - 4 tahun yang terdaftar di spesial program WIC (Women, Infant, and Children) menyebutkan bahwa sejak 2010 hingga 2018 angka obesitas nasional turun dari 15,9% menjadi 14,4%. (https://www.cdc.gov/obesity/data/childhood.html)
Mengapa saya mengambil data kondisi di Amerika? Karena saat ini saya tinggal di Amerika. Selain itu saya cukup terkejut dengan hasil yang ada, ternyata negara yang sering disebut sebagai negara super power ini juga masih harus berjuang keras untuk mengatasi masalah kesehatan warganya.
Lantas, sebagai orang Indonesia, saya jadi bertanya-tanya dalam diri, bagaimana dengan anak-anak di Indonesia? Ternyata hasil yang disebutkan juga tidak jauh berbeda, karena masalah obesitas ini adalah masalah yang terjadi hampir di semua negara. Indonesia sendiri berada di urutan ke lima negara dengan penduduk menderita diabetes terbanyak, sedangkan Amerika Serikat berada di urutan ketiga.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, diperkirakan sekitar 19% anak berusia 5 - 12 tahun di Indonesia memiliki berat badan berlebih dan 11% anak di usia tersebut mengalami obesitas (http://p2ptm.kemkes.go.id/FactSheet_Obesitas_Kit_Informasi_Obesitas.pdf)
Mengapa masalah obesitas ini begitu sulit untuk diatasi? Karena masyarakat masih banyak yang lalai dalam menerapkan pola hidup sehat. Padahal pola hidup sehat begitu penting, selain untuk melindungi diri dari berbagai penyakit juga untuk menjaga kesehatan mental. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi keadaan obesitas, seperti genetika, pola makan tidak sehat, jarang bergerak atau berolahraga, penyakit dan hormon atau obat tertentu, usia, stres dan lingkungan sekitar.
Sebenarnya cukup mudah untuk menerapkan pola hidup sehat dalam keseharian kita. Langkah yang dapat dilakukan antara lain adalah meluangkan waktu untuk melakukan aktivitas fisik, menerapkan pola makan sehat, jauhi gaya hidup tidak sehat seperti kebiasaan buruk merokok, alkohol, dan begadang, mencukupi kebutuhan cairan/air minum, mengelola stres dan berkehidupan sosial yang baik, juga istirahat dengan cukup.
Salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah banyaknya processed foods atau makanan olahan yang beredar di masyarakat. Saat ini, kita begitu dimanjakan dengan banyaknya pilihan makanan yang dijual di pasaran. Baik itu industri besar maupun industri kecil semuanya berlomba-lomba mempromosikan produk mereka. Lihat saja gerai-gerai fast food dan aneka makanan olahan yang siap saji dijajakan di toko dan supermarket.
Makanan olahan yang beredar di masyarakat umumnya tinggi kadar gula, garam, dan mengandung banyak bahan tambahan makanan (BTP). BTP yang sering dipakai seperti pengawet, perasa, dan pewarna yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas cita rasa makanan. Sayangnya bahan-bahan tersebut umumnya berasal dari bahan yang relatif murah, rendah gizi, dan tidak jarang justru berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan.
Kita tidak bisa mengendalikan faktor eksternal dari perilaku industri makanan yang memiliki prioritas berbeda dengan kita. Padahal, sekitar 80 persen kejadian diabetes dapat dicegah dengan gaya hidup sehat. Kita tentunya ingin agar anak-anak kita sehat dan terhindar dari obesitas dan penyakit berbahaya lainnya. Untuk itu orang tua harus paham tentang faktor pemicu obesitas dan bahaya/penyakit yang menyertai obesitas, sehingga dapat menerapkan pola hidup dan pola makan yang sehat.
Sebagai orang tua, apakah kita sudah melakukan hal yang benar untuk menjaga kesehatan anak-anak? Sudahkah kita melindungi anak-anak kita dari "gempuran" makanan olahan di luar sana? Sudahkah kita menjadi teladan yang baik dengan memberikan contoh dan menerapkan pola makan sehat dalam keluarga kita? Atau justru kita yang mencontohkan pola makan tidak sehat dan senang membeli makanan olahan dari luar alias jajan?
Menerapkan pola makan sehat sebenarnya sangat mudah. Pemerintah Indonesia juga sudah memberikan panduan kesehatan terkait dengan gizi seimbang. Ada yang disebut dengan tumpeng gizi seimbang, panduan konsumsi sehari-hari. Yang dimaksud dengan konsep gizi seimbang di sini adalah makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam berbagai jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Konsep ini juga menekankan pada kebiasaan makan beraneka ragam makanan, menjaga pola hidup bersih, aktif, berolahraga, dan memantau berat badan.
Selain itu, ada juga anjuran yang dikenal dengan piring makanku: sajian sekali makan. Piring makanku ini sebagai panduan yang menunjukkan sajian makanan dan minuman pada setiap kali makan. Di piring makanku ini ditunjukkan anjuran porsi makanan yang sebaiknya dipenuhi. Dimana porsi sayuran dan buah harus seimbang dengan porsi makanan pokok (karbohidrat) dan lauk-pauk (protein dan lemak).
Faktanya, masyarakat kita masih terbiasa makan dengan porsi karbohidrat tinggi, sementara masih rendah konsumsi sayuran dan buah. Adanya pendapat di masyarakat bahwa "belum makan kalau belum makan nasi", padahal sebelumnya sudah makan siomay atau bakso membuat tingginya asupan energi yang masuk ke dalam tubuh. Belum lagi kebiasaan makan camilan yang umumnya mengandung karbohidrat atau gula tinggi menambah daftar konsumsi gula yang masuk ke dalam tubuh.
Jika tingginya konsumsi energi (makanan) yang masuk ke dalam tubuh tidak diimbangi dengan energi yang keluar, tentu saja akan terjadi penumpukan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas.
Kita perlu membuat batasan konsumsi untuk anak dan keluarga. Makan sehat tiga kali sehari dengan dua kali camilan atau snack ringan tentunya akan cukup memenuhi kebutuhan energi bagi tubuh kita. Membiasakan makan masakan rumahan tentunya akan lebih baik karena kita tahu apa saja yang terkandung dalam makanan yang dibuat di rumah. Dengan membuat masakan rumahan (homemade) kita dapat mengontrol bahan-bahan yang akan digunakan, selain itu kita juga dapat menjamin keamanan, kesegaran, dan kandungan gizinya.
Bukan berarti kita tidak boleh membeli makanan olahan pabrik atau pihak lainnya, akan tetapi kita perlu untuk mempertimbangkan banyak hal sebelum membeli produk mereka. Hal yang paling mudah adalah dengan membaca kandungan gizi dan bahan-bahan yang digunakan dalam produk. Kita bisa melihat semua itu dengan membaca keterangan pada label kemasan.
Kemampuan membaca label juga sebaiknya diajarkan kepada anak-anak agar saat mereka harus membeli produk makanan, mereka dapat memilih hanya produk yang baik dan sehat saja. Penting untuk mengenali kandungan bahan-bahan yang ada di dalam makanan yang dijual tersebut. Semakin panjang list bahan (ingredients) yang tercantum, biasanya semakin banyak bahan tambahan makanan yang digunakan.
Untuk menghadirkan makanan sehat di rumah juga tidak harus menggunakan bahan yang mahal. Cukup dengan membeli bahan pangan lokal yang terjangkau. Membeli sayuran dan buah lokal justru bisa mendapatkan bahan yang fresh/segar karena jalur transportasi yang diperlukan pendek.
Jika memang harus membeli makanan dari luar, carilah yang mempunyai standar makanan sehat. Ajarkan juga anak-anak untuk makan secukupnya dan aktif bergerak demi kesehatan. Anak-anak yang menderita obesitas masih dapat kita bantu untuk hidup lebih sehat, dan dengan penanganan yang tepat akan dapat mengembalikan berat badannya pada kondisi normal/standar sehat.
Sekali lagi, melihat fenomena obesitas pada anak, ada pertanyaan mendasar bagi kita sebagai orangtua. Mengapa? Sebab orangtua adalah teladan utama dan paling utama. Children see, children do.
Pertanyaan-pertanyaan ini perlu untuk kita renungkan, sudahkah kita melakukan hal-hal benar untuk menjaga kesehatan anak kita? Sudahkah kita menyediakan sumber makanan sehat untuk anak dan keluarga?
0 Comments
Thank you for your visit