Jurnal Bunda Cekatan #3
Tahap Kepompong
Jurnal Puasa Masa Kepompong Pekan 3
Alhamdulillah sampai juga di pekan ketiga. Rasanya waktu berjalan begitu lambat, dan aku merasa kesepian. Gak bisa ngobrol atau curhat tanya-tanya untuk cari solusi atau sekedar curhat melegakan perasaan. Kadang mau nulis curhat dalam bentuk jurnal harian tidak bisa langsung tulis, sekalinya ada waktu untuk menulis rasanya sudah berbeda. Sangat berbeda kalau bisa chat di WhatsApp grup, nulis juga kadang tanpa aturan baku/bisa pakai kosakata yang santai dan rasa lega bisa langsung didapatkan bahkan solusi dan saran juga bisa langsung dapat.
Well, sepertinya memang ini yang harus dilatih juga, management hati untuk bisa tetap bertahan walaupun sendirian. Jadi berpikir bahwa Allah itu menciptakan kepompong tentunya dengan tujuan yang baik, dan saat jadi kupu-kupu begitu indah dan menakjubkan dengan tugas yang harus dijalani.
Di pekan ini masih mencoba puasa no BAPER, karena biasanya aku itu suka baper dan terbawa emosi saat berhadapan dengan penolakan yang dilakukan oleh anak. Baik itu penolakan untuk melakukan kegiatan ataupun saat menawarkan makanan.
Kalau di pekan sebelumnya aku merasa cukup tertekan/stress karena merasa ada tuntutan untuk masak yang bervariasi/mengenalkan masakan baru kepada Dihya, dan di sisi lain juga merasa harus menghabiskan makanan yang tersisa seorang diri. Pekan ini aku merasa lebih relax.
Setelah menyadari titik persoalan sebenarnya dan berusaha untuk mencari solusi juga berkomunikasi dengan suami, pekan ini mengulang kembali puasanya dan Alhamdulillah hasilnya lebih baik. Aku juga memutuskan untuk melepaskan perfeksionis dan lepaskan ekspektasi.
Di pekan ini, apapun masakan yang aku masak untuk keluarga, akan aku tawarkan kepada Dihya. Jika tidak mau, ada waktu untuk membuat makanan lainnya. Namun, jika tak ada waktu maka cukup berikan apa yang tersedia. Fokus terpenting adalah anak tetap makan dan bisa kenyang terutama saat malam agar bisa tidur tenang.
Selama Ramadan, saya masak hanya sekali yaitu jelang iftor. Masak sekalian untuk suami dan ditawarkan ke Dihya. Beberapa kali Dihya menerima dan makan sampai habis, tapi ada juga yang ditolak atau hanya dimakan sebagian.
Penolakan yang dia lakukan tidak lagi membuat aku kesal. Dengan santai aku bisa tetap menawarkan alternatif makanan lain. Walaupun yang ditawarkan adalah jenis makanan yang sama karena kondisi dapur dan kulkas tidak berubah dalam sepekan (tidak beli bahan makanan baru ).
Aku juga lebih siap dengan resiko masakan yang berlebih jika suami tidak bersedia makan yang ada dan minta masakan baru atau dia buat sendiri. Resikonya adalah jika masih ada masakan sisa maka tidak masak menu baru kecuali membuat snack atau dessert.
Mencoba memperkenalkan masakan yang bervariasi kepada Dihya juga aku fokus dengan apa yang sudah dia sukai saja agar lebih mudah. Misalnya, Dihya bisa menerima daging sapi maka aneka olahan daging sapi dicoba diberikan. Sudah dicoba bakso, daging sapi panggang, dibuat slow cooker dengan bumbu sederhana juga dicampur dalam saus tomat bolognese untuk spaghetti.
Dihya juga masih tidak mudah menerima makanan baru, saat dia merasa tidak nyaman maka minta disuapi. Beberapa kali makanan dicampur sayuran, dia mau mencoba dan dimakan sebagian. Untuk sayuran yang terlihat potongan besar, dia otomatis menolak dan tidak mau mencobanya.
Beberapa kali dicoba sayuran dicampur dengan potongan lebih halus/kecil. Walaupun dia tahu ada wortel/sayuran dalam makanannya, ternyata bisa tetap dimakan sampai habis.
Di lain kesempatan, aku coba variasi penyajian makanan yang sudah familiar misalnya pancake. Biasanya pancake dibuat besar, saat dibuat kecil-kecil dia masih menerima tetapi request dibuat seperti biasanya saja. Demikian juga dengan hotdog, telur, nasi yang biasanya dia makan secara sendiri/terpisah dan tidak dimakan dalam satu waktu, saat disajikan bersama dengan bentuk sushi dia menolak dan butuh negosiasi juga iming-iming hingga mau memakannya.
Selama ini Dihya makan aneka jenis makanan sedikit-sedikit dan satu jenis dalam satu kali makan. Misalnya makan telur saja, setengah-satu jam kemudian makan hotdog saja, lalu makan roti dengan Nutella saja. Begitu seterusnya sampai dia merasa kenyang dan tidak minta makan sampai lapar selanjutnya.
Kali ini aku coba menyajikan makanan dicampur dalam satu wadah. Maksudnya di piring ada nasi dan telur tetap terpisah dan tidak bercampur. Nasi dan daging atau lainnya. Awalnya hanya dimakan salah satunya, sekarang sudah bisa diterima dan dimakan semuanya. Dia mulai bisa menerima dan makan nasi dan telur dicampur dalam satu suapan.
Anehnya, dia bisa makan masakan yang memang dibuat dengan mencampurkan beberapa bahan seperti spaghetti campur saus bolognese dan daging sapi tetapi masih terbatas jenis makanan lainnya.
Untuk puasa pekan depan aku mau coba untuk puasa dari hal-hal mudah menyerah dan malas negosiasi dengan anak. Karena saat ini terjadi, aku malas negosiasi dan menyerah pada keinginan anak terserah dia mau makan apa sesuai keinginannya. Padahal saat aku negosiasi menawarkan alternatif atau bahkan sedikit memaksa untuk memilih makanan yang ada, Dihya bisa menerima dan makan dengan baik walau makan dengan lambat.
Semoga pekan puasa berikutnya bisa lebih baik sehingga pola makan anakku juga bisa lebih baik.
Secara garis besar aku cukup happy dengan pencapaian yang ada, tetapi tidak terlalu puas karena rasanya masih jauh dari yang seharusnya. At least aku sudah mencoba dan bertahan hingga sejauh ini. I am feel good and proud of myself. It's not easy but it still possible to reach success.
Bagaimana dengan my-buddy Mba Bintang Cahya? Sempat lihat dan baca jurnal puasa dan tantangan 30 hari miliknya. Sangat menarik bagaimana dia membuat tempe step by step dan berjuang hingga saat ini. Senang rasanya bisa jalan bersama dan membuat aku termotivasi juga. Ini adalah surat untuk my-buddy:
Demikian jurnal puasa kepompong pekan 3. Tetap semangat hingga tahap selanjutnya!
0 Comments
Thank you for your visit